MASALAH SOSIAL
(UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI
INDONESIA)
Diajukan untuk memenuhi
salah satu tugas pengganti final mata kuliah ilmu sosial dasar (ISD) program
studi pendidikan guru madrasah ibtidaiyah (PGMI)
kelompok 1 semester 1
Disusun Oleh:
Rifka Hadrianti (02.14.5.001)
Nurzakiyah
Amir (02.14.5.010)
Sulfaedi (02.14.5.020)
Jurusan
Tarbiyah
Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Watampone
2015
Kata
Pengantar
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami penjatkan atas kehadirat Allah Swt. Atas
terselesainya makalah yang berjudul “ Upaya Pemberantasan Korupsi Di
Indonesia”.
Salawat serta salam tak lupa kami kirimkan kepada junjungan
kita Nabiyullah Muhammad Saw. Yang telah
membawa umatnya dari alam yang gelap gulita menuju alam yang terang benderang
dengan kata lain Ù…ِÙ†َ زُّÙ„ُÙ…َاةِ Ø¥ِÙ„َÙ‰ Ù†ُّÙˆْرُ.
Atas dukungan moral
dan materi yang di berikan dalam penyusunan makalah ini, maka kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada:
1. Ibu
Syahrianti Syam, S.SOS., M.SI. Selaku dosen pembimbing kami yang memberikan
dorongan dan masukan kepada kami.
2. Senior-senior
kami yang memberikan dorongan dan bimbingan kepada kami yang tidak sempat kami
ucapkan satu persatu. dan
3. Terima
kasih pula kepada teman-teman atas kerja samanya selama ini hingga makalah ini
dapat selesai tepat pada waktunya.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun dari teman-teman sangat kami butuhkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Watampone, 15 Januari 2015
Penyusun
Daftar isi
Kata pengantar......................................................................................................i
Daftar isi..............................................................................................................ii
BAB I pendahuluan
A. Latar
belakang.................................................................................................. 1
B. Rumusan
masalah............................................................................................. 2
C. Tujuan
dan manfaat penulisan.......................................................................... 2
BAB II pembahasan
A. Pengertian
korupsi............................................................................................ 4
B. Gambaran
umum dan jenis-jenis korupsi.......................................................... 6
C. Awal
mula munculnya korupsi di indonesia..................................................... 8
D. Persepsi
masyarakat tentang korupsi................................................................ 10
E. Fenomena
korupsi di indonesia........................................................................ 10
F. Faktor-faktor
penyebab terjadinya korupsi...................................................... 11
G. Peran
serta pemerintah dan masyarakat dalam memberantas korupsi.............. 12
H. Upaya
yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi............................ 13
BAB III penutup
A. Simpulan........................................................................................................... 17
B. Kritik
dan saran................................................................................................ 18
C. Daftar
pustaka.................................................................................................. 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kemajuan
suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam
melaksanakan pembangunan. Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia
dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara
tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan
sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin. Itu semua terjadi
karena rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara
negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia sudah merupakan penyakit
social yang sangat berbahaya yang
mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Korupsi
telah mengakibatkan kerugian materil keuangan negara yang sangat besar. Namun
yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan
keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif
dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar
batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian
terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan
rendahnya moralitas dan rasa malu warga indonesia, sehingga yang menonjol
adalah sikap kerakusan. Maka dari itu korupsi harus di berantas, jika kita
tidak dapat memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik
nadir yang paling rendah. maka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang
maju, jika korupsi masih kerap terjadi di indonesia. Karena korupsi akan membawa
dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.
Namun,
Pada saat ini ada indikasi terjadinya sikap apatis masyarakat terhadap tindakan
korupsi. Masyarakat seakan telah jenuh dan terbiasa dengan kasus-kasus korupsi
yang mencuat kepermukaan. Tidak ada sanksi moral dari masyarakat terhadap para
koruptor. Bahkan, secara tak langsung budaya korupsi telah merajalela
ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Pada setiap aspek kehidupan, selalu
ditemui budaya korupsi yang telah mengakar dan menjadi kebiasaan lumrah setiap
orang.
Masyarakat
harus sadar bahwa uang yang dikorupsi oleh para koruptor merupakan uang rakyat.
Uang rakyat tersebut seharusnya mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat,
membiayai pendidikan, kesehatan, membuka lapangan pekerjaan dan pembangunan
infrastruktur seperti jalan, jembatan, listrik, air dan lain-lain. Masyarakat
harus mengetahui besarnya akibat yang ditimbulkan dari perbuatan korupsi
tersebut, pendidikan menjadi mahal, begitu juga dengan pelayanan kesehatan,
transportasi menjadi tidak aman, rusaknya infrastruktur dan yang paling
berbahaya adalah meningkatnya angka pengangguran sehingga berkolerasi kepada
angka kriminalitas.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami dapatkan yaitu
sebagai berikut:
1) Apa itu
korupsi?
2) Bagaimana
gambaran umum korupsi serta jenis-jenisnya?
3) Dari
mana awal mulanya sehingga terjadi korupsi?
4) Bagaimana
persepsi masyarakat tentang korupsi?
5) Bagaimana
fenomena korupsi di indonesia?
6) Apa
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi?
7) Bagaimana
peran pemerintah dan masyarakat dalam memberantas korupsi?
8) Upaya
apa yang dapat di tempuh dalam pemberantasan korupsi?
C. Tujuan
Dan Manfaat Penulisan
a) Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1) Untuk
penulis
Tujuan kami menulis makalah ini yaitu untuk
menyelasainkan tugas yang di berikan oleh dosen pembimbing kami supaya kami
sebagai generasi penerus bangsa dapat memberantas tindak korupsi di indonesia
dan memajukan negara ini.
2) Untuk
pembaca
Tujuan penulisan makalah ini untuk pembaca agar pembaca dapat menghindari tindak
korupsi dan dapat pula memberantasnya.
3) Untuk
masyarakat umum
Tujuan
penulisan makalah ini yaitu agar masyarakat umum dapat mengethui bahaya tindak
korupsi dan dapat menjauhinya serta memberantasnya.
b) Manfaat
Manfaat
dari penulisan makalah ini yaitu
1) Dapat
mengetahui apa yang di maksud korupsi.
2) Dapat
mengetahui gambaran umum korupsi serta jenis-jenisnya.
3) Dapat mengetahui
awal mulanya sehingga terjadi korupsi.
4) Dapat
mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
5) Dapat
mengetahui fenomena korupsi di indonesia.
6) Dapat
mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi.
7) Dapat
mengetahui peran pemerintah dan masyarakat dalam memberantas korupsi.
8) Dapat
mengetahui Upaya apa yang dapat di tempuh dalam pemberantasan korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
korupsi
Kata Korupsi berasal
dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak,
menggoyahkan, memutar balik atau menyogok. Arti harfiahnya adalah Kebusukan, keburukan,
kebejatan, ketidakjujuran, dapat di suap, Tidak bermoral, penyimpangan dari
kesucian. Maka dapat disimpulkan
korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas
dengan berbagai macam modus.[1]
Banyak
para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jika dilihat dari struktur
bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai
makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagai tingkah laku
individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan
pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala
salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus
terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan
formal untuk memperkaya diri sendiri.
Wertheim
dalam Lubis, 1970 menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan
korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya
agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah.
Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa juga
termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari
pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan
kepada keluarganya atau kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan
pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang
demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah
laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan
kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
Menurut
perspektif hukum, definisi korupsi di jelaskan dalam 13 pasal ( UU No.31 Tahun
1999 jo. UU No 20 Tahun 2001 ) Merumuskan 30 bentuk / Jenis tindak pidana korupsi,
yang di kelompokkan SBB[2]:
- Kerugian keuangan negara
- Suap menyuap
- Penggelapan dalam jabatan
- Pemerasan
- Perbuatan curang
- Benturan kepentingan dalam pengadaan
- Gratifikasi
Korupsi
adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi (Anwar, 2006:10).
Masyarakat pada umumnya menggunakan istilah korupsi untuk merujuk kepada
serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau melawan hukum dalam rangka
mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain. Hal yang paling
mengidentikkan perilaku korupsi bagi masyarakat umum adalah penekanan pada
penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk keuntungan pribadi.
Dalam
mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, Telah di
keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia
oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono telah
mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada Jaksa Agung
Dan kapolri:
- Mengoptimalkan upaya–upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
- Mencegah & memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg di lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka penegakan hukum.
- Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi
Kebijakan
selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional Pemberantasan Korupsi
(RAN-PK) 2004-2009. Langkah – langkah pencegahan dalam RAN-PK di prioritaskan
pada :
- Mendesain ulang layanan publik .
- Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.
- Meningkatkan pemberdayaan pangkat–pangkat pendukung dalam pencegahan korupsi.
B. Gambaran umum dan Jenis-jenis Korupsi
Korupsi
di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat
mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24
Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan
Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967
yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada
era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan Operasi Tertib
yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib),
namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit
sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya
hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan
sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat
negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang
pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru
menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi,
Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
Jenis
korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M.
Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu:
- Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa.
- Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya.
- Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
- Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi.
Diantara
model-model korupsi yang sering terjadi secara praktis adalah: pungutan liar,
penyuapan, pemerasan, penggelapan, penyelundupan, pemberian (hadiah atau hibah)
yang berkaitan dengan jabatan atau profesi seseorang.
Jeremy
Pope (2007: xxvi) mengutip dari Gerald E. Caiden dalam Toward a General Theory
of Official Corruption menguraikan secara rinci bentuk-bentuk korupsi yang umum
dikenal, yaitu:
- Berkhianat, subversif, transaksi luar negeri ilegal, penyelundupan.
- Penggelapan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah, menipu dan mencuri.
- Penggunaan uang yang tidak tepat, pemalsuan dokumen dan penggelapan uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak, menyalahgunakan dana.
- Penyalahgunaan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, memberi ampun dan grasi tidak pada tempatnya.
- Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan memperdaya, memeras.[3]
C. Awal Mula Munculnya Korupsi
Korupsi dalam
sejarah manusia bukanlah hal baru. Ia lahir berbarengan dengan umur manusia itu
sendiri. Ketika manusia mulai hidup bermasyarakat, di sanalah awal mula
terjadinya korupsi. Penguasaan atas suatu wilayah dan sumber daya alam oleh
segelintir kalangan mendorong manusia untuk saling berebut dan menguasai.
Berbagai taktik dan strategi pun dilaksanakan. Perebutan manusia atas sumber
daya alam dan politik inilah awal mula terjadinya ketidakadilan. Padahal
kebutuhan untuk bertahan hidup kian menanjak, tapi kesempatan untuk memenuhinya
semakin terbatas. Sejak saat itu moralitas dikesampingkan. Orientasi hidup yang
mengarah pada keadilan berubah menjadi kehidupan saling menguasai dan
mengekploitasi. Di dalam sejarah, kita dapat menemukan banyak catatan yang
terkait dengan kondisi tersebut.
Di India
korupsi sudah menjadi permasalahan serius sejak 2300 tahun yang lalu, hal ini
terbukti dengan adanya tulisan seorang perdana menteri Chandragupta tentang 40
cara untuk mencuri kekayaan negara.[1] Kerajaan China, pada ribuan tahun yang lalu
telah menerapkan kebijakan yang disebut Yang-lien yaitu hadiah untuk pejabat
negara yang bersih, sebagai insentif untuk menekan korupsi. Tujuh abad silam,
Dante menyebutkan bahwa para koruptor akan tinggal di kerak neraka dan
Shakespeare mengangkat tema-tema korupsi dalam berbagai karyanya.
Pada
abad ke-14 Abdul Rahman berpendapat bahwa akar korupsi adalah keinginan hidup
bermewah-mewah dikalangan elit pemegang kekuasaan, sehingga mereka menghalalkan
berbagai cara untuk membiayai gaya hidup mereka.
Di
Indonesia, korupsi mulai terjadi sejak jaman kerajaan. Bahkan VOC bangkrut pada
awal abad 20 akibat korupsi yang merajalela di tubuhnya. Setelah proklamasi
kemerdekaan, banyak petinggi Belanda yang kembali ke tanah airnya, posisi
kosong mereka kemudian diisi oleh kaum pribumi pegawai pemerintah Hindia
Belanda yang tumbuh dan berkembang di lingkungan koruptor. Kultur korupsi
tersebut berlanjut hingga masa pemerintah Orde Lama. Di awal
pemerintahan Orde Baru, Presiden Soeharto melakukan berbagai upaya untuk
memberantas korupsi. Terlepas dari upaya tersebut, Presiden Soeharto tumbang
karena isu korupsi. Perjalanan panjang korupsi telah membuat berbagai kalangan
pesimis akan prospek pemberantasan korupsi, baik di Indonesia maupun di
berbagai belahan dunia.
Dalam dua
dekade terakhir, dunia mulai memandang korupsi sebagai isu penting.
Berbagai inisiatif untuk memerangi korupsi dilakukan mulai dari tingkat
nasional, regional hingga level internasional. Pandangan bahwa korupsi
mendorong pertumbuhan ekonomi mulai ditinggalkan banyak kalangan. Korupsi
dipandang bukan hanya sebagai permasalahan moral semata, tetapi sebagai
permasalahan multidimensional (politik, ekonomi, social dan budaya).Perubahan
cara pandang dan pendekatan terhadap korupsi, yang diikuti dengan menjamurnya
kerjasama antar bangsa dalam isu ini menyemai optimisme bahwa perang melawan
korupsi adalah perang yang bisa kita menangkan.
D. Persepsi Mayarakat tentang Korupsi
Rakyat
kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan
sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling menyedihkan
adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik
korupsi oleh beberapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering
menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi. Tema yang sering
diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan
saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para korup-tor. Hal ini
cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas
terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu,
mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan
sistem pemerin-tahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan
kesejahteraan yang merata.
E. Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena umum yang
biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia ialah:
- Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada lembaga-lembaga politik yang ada.
- Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu.
- Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.
Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai
berikut :
- Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering beru-bah-ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
- Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepenting-an umum.
- Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba mencari keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
- Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
- Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat besar (rakyat).
F. Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi
Faktor-Faktor
yang menyebabkan terjadinya Korupsi adalah :
1) Penegakan hukum tidak konsisten : penegakan
hukum hanya sebagai make-up politik, bersifat sementara dan sellalu
berubah tiap pergantian pemerintahan.
2) Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena
takut dianggap bodoh bila tidak menggunakan kesempatan.
3) Langkahnya lingkungan yang antikorup : sistem
dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
4) Rendahnya pndapatan penyelenggaraan negara.
Pedapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara,
mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan
terbaik bagi masyarakat.
5) Kemiskinan, keserakahan : masyarakat kurang
mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang
berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan
menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
6) Budaya member upeti, imbalan jasa dan hadiah.
7) Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah
daripada keuntungan korupsi : saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum
sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya. Rumus: Keuntungan
korupsi > kerugian bila tertangkap.
8) Budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau
tahu : menganggap biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak perduli
orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.
9) Gagalnya pendidikan agama dan etika : ada
benarnya pendapat Franz Magnis Suseno bahwa agama telah gagal menjadi
pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang
memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama menganggap agama hanya berkutat pada
masalah bagaimana cara beribadah saja. Sehingga agama nyaris tidak berfungsi
dalam memainkan peran sosial. Menurut Franz, sebenarnya agama bisa
memainkan peran yang besar dibandingkan insttusi lainnya. Karena adanya ikatan
emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut jadi agama bisa menyadarkan
umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak yang sangat buruk baik bagi
dirinya maupun orang lain.
G. Peran Serta Pemerintah Dan Masyarakat Dalam
Memberantas Korupsi
Partisipasi dan dukungan
dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah
melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan
melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi,
merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para
pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah
sebagai berikut :
- Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
- Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good governance.
- Membangun kepercayaan masyarakat.
- Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
- Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
Bentuk –
bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menurut
UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah SBB :
- Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi
- Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum
- Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi
- Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada penegak hukum waktu paling lama 30 hari
- Hak untuk memperoleh perlindungan hukum.
H. Upaya yang Dapat Ditempuh
dalam Pemberantasan Korupsi
Ada
beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di
Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
1. Strategi Preventif.
Strategi ini harus
dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab
timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya
preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu
dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya
ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu
mencegah adanya korupsi.
2. Strategi Deduktif.
Strategi ini harus
dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan
korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat
ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang
harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai
aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan
korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu
hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
3. Strategi Represif.
Strategi ini harus
dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum
yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji
untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan
tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinyaharus
dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat
dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan.
Adapula
strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara
lain :
- Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
- Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
- Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korupsi.
- Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.[4]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari
materi yang telah kami paparkan pada makalah ini, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1) korupsi merupakan
perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai
macam modus.
2) Ada 4 jenis korupsi yaitu: Korupsi ekstortif,
Korupsi manipulatif, Korupsi nepotistik,Korupsi subversif.
3) Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul
guna melakukan koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak
acuh. Namun yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan
semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh beberapa oknum pejabat lokal,
maupun nasional.
4) Fenomena umum yang
biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia ialah: Proses
modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada
lembaga-lembaga politik yang ada. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin
berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu. Mereka
hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
kepentingan rakyat.
5) Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya
Korupsi adalah : Penegakan hukum tidak konsisten, Penyalahgunaan kekuasaan dan
wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak menggunakan kesempatan.
Langkahnya lingkungan yang antikorup, Rendahnya pndapatan penyelenggaraan
negara, Kemiskinan, keserakahan. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah
daripada keuntungan korupsi. Budaya permisif/serba membolehkan, Gagalnya pendidikan
agama dan etika.
6) Partisipasi dan dukungan
dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah
melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
7) Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam
memberantas tindak korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut : Strategi Preventif, strategi dedukatif strategi
represif.
B. Saran
1) Perlu dikaji
lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di Indonesia agar
mendapat informasi yang lebih akurat.
2) Diharapkan
para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasikannya di dalam
kehidupan sehari-hari.
3) Semoga kedepannya negri ini jauh
dari korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Syamsul, 2006, Fikih Antikorupsi
Perspektif Ulama Muhammadiyah Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah,
Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP).
Mochtar. 2009. “Efek Treadmill”
Pemberantasan Korupsi : Kompas
Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU,
Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi
Di Indonesia. Jakarta: GhaliaIndonesia
Supeno, Hadi, 2009. Korupsi di
Daerah. Yogyakarta : Total Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar